Sinergi Unggul Menuju Akreditasi Gemilang, FEBI UIN Salatiga Gelar Workshop Pengisian Instrumen Akreditasi LAMEMBA

Semarang, 16 Oktober 2024 – Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) Universitas Islam Negeri (UIN) Salatiga kembali menunjukkan komitmennya dalam meningkatkan kualitas pendidikan dengan menggelar Workshop Pengisian Instrumen Akreditasi LAMEMBA. Acara yang berlangsung selama tiga hari, yakni dari 14 hingga 16 Oktober 2024, bertempat di The Wujil Hotel and Convention, Semarang. Workshop ini dihadiri oleh Pengelola dan tim task force akreditasi dari seluruh Program Studi di FEBI.

Tujuan utama dari kegiatan ini adalah untuk memberikan pembekalan yang komprehensif mengenai tata cara pengisian instrumen akreditasi LAMEMBA. Instrumen tersebut merupakan standar yang digunakan dalam penilaian akreditasi perguruan tinggi di bidang ekonomi, manajemen, dan bisnis, yang akan menentukan mutu program studi di FEBI. Kegiatan ini merupakan bagian dari langkah strategis FEBI untuk meraih akreditasi unggul di tingkat nasional dan internasional.

Dalam sambutannya pada pembukaan acara, Dekan FEBI, Prof. Dr. Agus Waluyo, M.Ag., menegaskan pentingnya kerja sama dan keseriusan seluruh elemen fakultas untuk meraih akreditasi terbaik. “Kegiatan ini menjadi bagian dari komitmen kita untuk meningkatkan mutu pendidikan. Akreditasi bukan hanya formalitas, tetapi menjadi cerminan kualitas pengelolaan pendidikan dan keunggulan program studi kita. Sinergi dan kolaborasi menjadi kunci sukses dalam pencapaian ini,” kata Prof. Agus.

Selain itu, hadir sebagai narasumber, Agung Yulianto, M.Si., Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Negeri Semarang. Beliau membagikan pengalaman dan wawasan terkait dengan proses pengisian instrumen akreditasi LAMEMBA, termasuk tips dan strategi untuk mencapai akreditasi yang diinginkan. Agung Yulianto, M.Si., juga menekankan pentingnya pemahaman mendalam atas instrumen yang digunakan dan bagaimana hal itu akan memengaruhi penilaian akhir.

Selama workshop, peserta diajak untuk melakukan simulasi pengisian instrumen dan berdiskusi secara interaktif mengenai berbagai tantangan yang dihadapi dalam proses akreditasi. Pendekatan praktis ini diharapkan dapat membantu setiap program studi dalam menyiapkan dokumen-dokumen yang diperlukan dengan lebih efektif dan tepat sasaran.

Dengan terselenggaranya workshop ini, FEBI UIN Salatiga semakin optimis dalam upaya meningkatkan mutu akademik dan mencapai akreditasi unggul di berbagai program studi. Kegiatan ini juga menjadi momentum penting dalam memperkuat peran FEBI sebagai fakultas yang siap bersaing secara nasional maupun global, memberikan lulusan berkualitas yang mampu berkontribusi secara signifikan di dunia kerja. (AHK)

Loading

Mewujudkan Indonesia Sebagai Sebagai Raja Industri Halal Dunia

Oleh: Heri Kurniawan, M.E.

(Dosen Program Studi Perbankan Syariah)

Di tengah perpaduan budaya dan tradisi yang kaya di Indonesia, sebuah negara yang dikenal dengan kepulauan luas dan warisan budayanya yang kaya, muncul sebuah visi kuat. Visi ini menempatkan Indonesia tidak hanya sebagai peserta, tetapi sebagai pelopor dalam industri halal global. Istilah ‘Halal’, yang melampaui konotasi religius tradisionalnya, telah berkembang menjadi pilihan gaya hidup, yang meresonansi dengan jutaan orang di seluruh dunia. Indonesia, dengan populasi Muslim terbesar di dunia, berada di garis depan evolusi ini, memimpin pendekatan holistik terhadap halal yang mengintegrasikan praktik etis, berkelanjutan, dan inklusif.

Esensi dari Gaya Hidup Halal melampaui pembatasan diet; ini mencakup filosofi hidup yang komprehensif, mencakup konsumsi etis, hidup berkelanjutan, dan komitmen terhadap tanggung jawab sosial. Seiring dunia beralih ke pilihan gaya hidup yang lebih sadar dan etis, narasi halal Indonesia menawarkan perpaduan unik antara kebijaksanaan tradisional dan inovasi modern. Narasi ini tidak hanya membentuk kembali persepsi global tentang halal, tetapi juga mendefinisikan ulang peran Indonesia di kancah internasional.

Perjalanan Indonesia dalam memimpin industri halal global sangat berakar pada masyarakatnya yang beragam dan multikultural. Pendekatan strategis negara ini memanfaatkan keragaman ini, mengubahnya menjadi kekuatan yang mendorong inovasi dan inklusivitas di sektor halal. Dengan mengintegrasikan prinsip-prinsip halal ke dalam berbagai aspek kehidupan, Indonesia menciptakan model yang melampaui kepatuhan agama, menarik audiens global yang lebih luas yang mencari pilihan etis dan berkelanjutan.

Semangat perintis ini terlihat dalam inisiatif pemerintah Indonesia untuk memasukkan literasi halal ke dalam arus utama. Mengakui peran penting pendidikan dan kesadaran dalam menumbuhkan budaya halal, inisiatif-inisiatif ini bertujuan untuk memberdayakan warga negara dengan pengetahuan dan pemahaman. Dari kurikulum sekolah hingga kampanye kesadaran publik, fokusnya adalah menanamkan nilai dan manfaat gaya hidup halal dalam kesadaran kolektif bangsa. Gerakan ini tidak terbatas pada komunitas Muslim tetapi meluas ke seluruh masyarakat Indonesia, mencerminkan sifat inklusif dari visi negara tersebut.

Industri halal adalah sektor yang sedang berkembang yang menjanjikan manfaat ekonomi yang signifikan. Dengan memosisikan dirinya sebagai pusat halal global, Indonesia menjangkau pasar yang melayani sekitar seperempat populasi dunia. Langkah strategis ini bukan hanya perhitungan ekonomi namun juga refleksi komitmen Indonesia terhadap pembangunan yang etis dan berkelanjutan. Penekanan negara pada halal adalah bukti dedikasinya untuk menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dengan tanggung jawab sosial dan lingkungan.

Dalam konteks global yang semakin mengakui pentingnya standar halal, Indonesia, sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar, menghadapi tantangan dan peluang unik dalam memimpin inisiatif literasi halal. Menilik Laporan Ekonomi Islam Global 2019/20, kita menduduki posisi strategis yaitu peringkat ke-4 dalam Indeks Ekonomi Islam Global (GIEI) dengan kekuatan khusus dalam sektor makanan halal, kosmetik, dan pariwisata. Namun sayangnya, Indonesia masih tertinggal dari Malaysia dan negara-negara Teluk. Hal ini menandakan perlunya upaya lebih besar dalam pengarusutamaan literasi halal di masyarakat kita. Pemerintah dan lembaga swasta memainkan peran penting dalam pengarusutamaan literasi halal, melalui strategi kolaboratif yang dirancang untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang halal di kalangan masyarakat.

Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah-langkah strategis untuk memperkuat posisinya dalam industri halal global. Ini meliputi pengembangan regulasi yang mendukung sektor halal dan pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). BPJPH bertugas mengkoordinasikan sertifikasi halal, yang merupakan langkah penting dalam menjamin keaslian dan kredibilitas produk halal. Namun, peran pemerintah tidak hanya terbatas pada regulasi dan sertifikasi; ia juga aktif dalam meningkatkan kesadaran publik tentang pentingnya gaya hidup halal.

Di sisi lain, lembaga swasta memainkan peran krusial dalam inovasi dan pemasaran produk halal. Perusahaan-perusahaan ini, mulai dari UMKM hingga korporasi multinasional, mengadopsi standar halal sebagai bagian dari komitmen mereka terhadap kualitas dan tanggung jawab sosial. Melalui pemasaran yang efektif dan pendidikan konsumen, mereka membantu masyarakat memahami manfaat produk halal, tidak hanya dalam konteks keagamaan tetapi juga kesehatan, keberlanjutan, dan etika.

Kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta menjadi kunci dalam mengedukasi masyarakat. Program-program kemitraan, seperti pameran halal, seminar, dan workshop, telah terbukti efektif dalam menyebarkan pengetahuan tentang halal kepada publik yang lebih luas.

Pendidikan menjadi fondasi utama dalam pengarusutamaan literasi halal. Integrasi kurikulum tentang halal dalam sistem pendidikan, dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi, adalah langkah penting. Ini tidak hanya mencakup aspek-aspek syar’i dari halal, tetapi juga aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan yang terkait. Program-program pendidikan ini bertujuan untuk menanamkan pemahaman mendalam tentang halal sebagai gaya hidup yang holistik dan etis.

Selain itu, kampanye literasi halal juga menjadi fokus pemerintah dan lembaga swasta. Kampanye ini tidak hanya menargetkan komunitas Muslim tetapi juga masyarakat luas, dengan menekankan bahwa halal bukan hanya soal kepatuhan agama, tetapi juga tentang kualitas dan gaya hidup sehat. Melalui media sosial, iklan, dan acara publik, kampanye ini mencoba mengubah persepsi tentang halal, menjadikannya relevan dengan berbagai kelompok masyarakat.

Kampanye ini juga bertujuan untuk mengatasi kesalahpahaman tentang halal, menjelaskan bahwa sertifikasi halal tidak hanya terbatas pada makanan, tetapi juga mencakup berbagai aspek lain seperti kosmetik, obat-obatan, dan pariwisata. Dengan demikian, literasi halal menjadi bagian integral dari strategi pembangunan nasional, memperkuat posisi Indonesia sebagai pemimpin dalam industri halal global.

Dalam rangka mengarusutamaan literasi halal, Indonesia telah mengambil langkah-langkah penting. Namun, masih banyak yang perlu dilakukan untuk memastikan bahwa literasi halal meresap ke semua lapisan masyarakat. Dengan terus berinovasi dalam pendidikan dan kampanye, serta memperkuat kerjasama antara pemerintah dan sektor swasta, Indonesia dapat membangun masyarakat yang lebih sadar dan menghargai nilai-nilai halal, sekaligus memperkuat posisinya sebagai pemimpin dalam industri halal global.

Literasi halal, dalam konteks global yang semakin terintegrasi, bukan hanya menjadi kunci keberhasilan industri halal, tetapi juga simbol komitmen terhadap kehidupan yang etis dan berkelanjutan. Kesadaran ini mencerminkan pemahaman mendalam bahwa halal melampaui aspek makanan dan konsumsi sehari-hari, merangkum nilai-nilai etika, keberlanjutan, dan tanggung jawab sosial. Literasi halal menjadi jembatan yang menghubungkan praktik tradisional dengan tuntutan modernitas, memastikan bahwa produk dan jasa halal diproduksi dan dikonsumsi dengan cara yang bertanggung jawab dan berkelanjutan.

Dalam visinya memimpin industri halal global, Indonesia mengambil peran sebagai negara yang tidak hanya berfokus pada aspek komersial, tetapi juga pada pemberdayaan dan edukasi masyarakat. Indonesia berupaya menjadi contoh bagaimana integrasi nilai-nilai halal ke dalam kebijakan nasional dan praktik bisnis dapat membawa perubahan positif yang berkelanjutan. Visi ini bukan hanya tentang dominasi pasar, tetapi juga tentang mempromosikan cara hidup yang lebih baik, di mana etika dan keberlanjutan menjadi pusat dari semua kegiatan ekonomi.

Untuk mewujudkannya, pemerintah, sektor swasta, komunitas akademik, dan masyarakat umum harus berkolaborasi untuk membangun ekosistem halal yang kuat. Peningkatan literasi halal bukan hanya tugas pemerintah, tetapi juga tanggung jawab bersama yang memerlukan partisipasi aktif dari semua sektor masyarakat. Melalui kerjasama ini, Indonesia dapat mewujudkan visinya sebagai pemimpin dalam industri halal global, sekaligus mempromosikan gaya hidup yang etis dan berkelanjutan di seluruh dunia.

Loading

Mengenal Surjan, Baju Adat Yogyakarta, Baju Takwa dengan Kearifan Lokal

Salatiga – Humas | Ada hal yang menarik pada Upacara Peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia ke-78 hari ini di Universitas Islam Negeri (UIN) Salatiga. Upacara dilakukan dengan mengenakan Pakaian Adat Nusantara. Ada banyak pakaian daerah yang dikenakan oleh peserta upacara diantaranya berasal dari daerah Lampung, Bali, Nusa Tenggara Barat, DKI Jakarta, bahkan dari Papua.

Ada satu pakaian adat yang cukup menarik untuk dibahas yaitu pakaian adat dari Yogyakarta yang dikenal dengan nama “Surjan”, seperti yang dikenakan oleh Heri Kurniawan, M.E. Dosen sekaligus Humas dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam. Konon kabarnya, pakaian ini didesain oleh Sunan Kalijaga untuk pertama kalinya. Kata “Surjan” sendiri berasal dari bahasa Arab yaitu “sirajan” seperti yang terkandung dalam Al Qur’an Surat Al Ahzab ayat 46. Pada ayat tersebut, terdapat frasa “sirajan munira” yang bermakna cahaya yang menerangi. Kata sirajan sendiri berarti pelita atau dalam bahasa jawa “pepadhang” sementara kata munira mengandung arti yang menyinari.

Kain Lurik yang biasa digunakan untuk membuat Surjan

Tidak berhenti di situ, Surjan memiliki motif garis lurus yang sejajar, hal ini melambangkan kata “furqan” atau dalam bahasa Indonesia berarti pemisah atau pembeda. Maksud dari Sang Sunan adalah Surjan merupakan pakaian yang melambangkan batas atau pemisah antara kebaikan dengan keburukan.

Pada baju Surjan terdapat 3 pasang kancing pada bagian leher depan. Apabila kancing tersebut dijumlahkan terdapat 6 buah kancing. Keenam kancing tersebut melambangkan Rukun Iman di dalam Islam. Pada bagian dada dekat perut, terdapat 3 kancing lagi yang tempatnya tertutup atau tidak terlihat dari luar (tersembunyi). 3 kancing ini melambangkan 3 nafsu pada diri manusia yang harus dikendalikan atau disembunyikan. Ketiga nafsu tersebut adalah Nafsu Bahimah (nafsu seperti pada hewan), Nafsu Lauwamah (nafsu yang berkaitan dengan makan dan minum), dan Nafsu Syaithoniah (nafsu setan). Pada lengan kanan dan kiri terdapat 5 buah kancing yang dikaitkan dengan Rukun Islam.

Itulah mengapa, Surjan tidak hanya sekadar Pakaian Adat saja namun sebenarnya Surjan merupakan Baju Takwa, pakaian religius bagi yang mengenakannya agar selalu ingat kepada Allah SWT dan bisa mengejawantahkan makna filosofis tersebut dalam setiap tutur kata dan perbuatannya. Memakai Surjan berarti menyatukan antara fisik atau badan pemakai dengan nilai-nilai luhur yang terkandung pada Surjan.

Sungguh suatu hal yang sangat luar biasa yang ada pada diri orang-orang shaleh dahulu. Tidak hanya cerdas, mereka juga religius yang bahkan mereka bisa membuat sebuah pakaian yang maknanya begitu dalam dan mengikat pemakainya agar menyelaraskan sikap dan perilakunya seperti pakaian agemannya itu. Semoga Allah SWT selalu menjadi inspirasi kita dalam setiap tindakan dan pemikiran kita, sehingga negeri ini benar-benar menjadi negeri yang baldatun thoyyibatun wa rabbun ghofur. (AHK)

Loading